Perusahaan mengirimkan permohonan menjadi anggota Seafood Savers dengan mengisi Formulir Aplikasi Seafood Savers. Perusahaan mencantumkan profil umum perusahaan dan unit perikanan/bisnis yang ingin dilakukan perbaikan. Unit perikanan terdiri dari:

• spesies target

• wilayah tangkap atau budidaya spesies target

• metode penangkapan, alat tangkap, atau metode budi daya yang dipraktikkan.

Perusahaan mengirimkan salinan dokumen legalitas perusahaan sebagai bukti kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku sesuai jenis usahanya. Selain itu, tim Seafood Savers akan melakukan investigasi bagaimana perusahaan selama ini menjalankan usahanya baik yang terkait langsung dengan aktivitas produksi maupun citra perusahaan di mata publik dan pemerintah. Pada tahap ini, perusahaan dinilai berdasarkan norma-norma politik dan sosial secara umum yang dijunjung oleh WWF seperti tercantum dalam Panduan Kerjasama Bisinis dan Industri WWF Global. Penilaian ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerjasama antara WWF dengan perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam kriteria sebagai berikut:

1. Termasuk dalam “Daftar Merah” WWF, yaitu perusahaan-perusahaan (baik induk maupun anak perusahaan) yang:

   • Bisnis utamanya bergerak di bidang dan/atau berkaitan dengan:

     – Tembakau – Persenjaataan – Minyak dan Gas – Alkohol -Flora dan Fauna yang terdapat dalam CITES appendix 1 – Energi Nuklir – Kosmetik dan produk non medis yang melibatkan tes terhadap hewan maupun spesies yang terancam punah

   • Perusahaan, induk dan cabang yang terlibat dalam penyuapan, atau telah melanggar hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia (termasuk pelanggaran pajak).

   • Perusahaan, induk dan cabang-cabangnya yang melanggar hak asasi manusia dan masyarakat lokal.

   • Perusahaan, induk dan cabang-cabangnya yang terlibat perselisihan terkait isu konservasi ataupun terlihat mengancam wilayah bernilai konservasi tinggi, dan/atau Zona Non Pemanfaatan bagi bisnis terkait kelautan, daerah penyangga untuk budidaya.

2. Terlibat dalam segala bentuk isu peperangan, anti-ras, agama, atau etnis. (Hal ini termasuk keterlibatan dalam pendanaan untuk isu-isu tersebut.

3. Terlibat dalam isu kerusakan lingkungan yang berat (Contohnya: Lumpur Lapindo, Pembuangan limbah beracun di Teluk Buyat).

4. Merupakan produk atau bagian dari partai politik.

5. Memiliki hubungan atau terlibat dalam perdangangan manusia, narkoba maupun senjata.

6. Mempekerjakan anak-anak / tenaga kerja dibawah umur.

7. Memberikan modal bagi perang/konflik jenis apapun.

8. Terlibat dalam isu-isu anti-ras, agama, maupun etnis.

9. Termasuk dalam perusahaan yang di ‘black list’ oleh WTO, Kementrian Keuangan maupun Kementrian Perdaganan Indonesia

Pada fase ini, tim Seafood Savers akan meninjau langsung praktik perikanan/bisnis yang terjadi di lapangan sesuai informasi yang tercantum pada Formulir Aplikasi. Hasil daripada kegiatan ini akan menentukan status keanggotaan perusahaan menjadi Pra Anggota atau Anggota Penuh. Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi terkini perusahaan klien dari empat aspek yang mencakup:

1. Aspek perikanan. Dalam aspek ini, identifikasi dilakukan untuk melihat kesesuaian praktik perikanan perusahaan dengan kriteria minimum perikanan berkelanjutan. Untuk praktik perikanan tangkap, Seafood Savers menggunakan kriteria Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yang berlaku secara internasional.

2. Aspek Rantai Kepemilikan. Dalam aspek ini dilakukan pengidentifikasian atas rantai kepemilikan dari unit perikanan yang didaftarkan perusahaan. Rantai yang dimaksud berawal dari perusahaan klien hingga nelayan atau petambak darimana spesies diperoleh.

3. Aspek kepatuhan lingkungan. Tahap identifikasi ini juga melihat tingkat pemenuhan atau kepatuhan perusahaan terhadap regulasi atau persyaratan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh pemerintah (PROPER, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990) atau sertifikasi-sertifikasi berbasis kesukarelaan lainnya.

4. Aspek komunikasi. Penilaian dalam aspek ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk promosi dan yang dimiliki atau dikembangkan oleh perusahaan untuk mempromosikan produk atau aktivitas-aktivitas perusahaan.

Kegiatan identifikasi di tahap ini akan menghasilkan sejumlah rekomendasi yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan untuk memenuhi persyaratan minimum perikanan berkelanjutan. Kegiatan Identifikasi dilakukan oleh Tim Teknis Seafood Savers melalui kunjungan lapangan darimana informasi-informasi yang diperoleh dicantumkan dalam Formulir Identifikasi Seafood Savers. Perusahaan WAJIB melakukan pengulangan tahap Identifikasi jika sewaktu-waktu dalam proses menuju keanggotaan Seafood Savers terjadi perubahan dalam spesifikasi unit perikanan yang didaftarkan perusahaan (spesies, wilayah tangkap atau budidaya, jenis alat tangkap, metode budidaya)

Pada tahap ini perusahaan menandatangani Nota Kesepahaman dengan WWF-Indonesia untuk menandai dimulainya kerjasama antara kedua institusi dalam program Seafood Savers. Nota Kesepahaman ini selanjutnya diturunkan ke dalam Perjanjian Kerjasama Pra Anggota Seafood Savers sebagai dasar legal pelaksanaan kegiatan pemenuhan rekomendasi yang dilakukan perusahaan dengan dampingan Tim Teknis Seafood Savers.

Dokumen Nota Kesepahaman Seafood Savers WAJIB ditandatangani pimpinan tertinggi dari masing-masing institusi, yaitu CEO WWF-Indonesia dan pimpinan tertinggi dari perusahaan calon anggota. Sementara, Perjanjian Kerjasama Pra Anggota Seafood Savers dapat ditandatangani oleh perwakilan institusi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program kerjasama Seafood Savers.

Periode Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama Pra Anggota ditetapkan maksimal 1 tahun untuk mencakup kegiatan Pemenuhan Standar Minimum selama 9 bulan, Evaluasi 2 bulan dan Perencanaan selama 1 bulan.

Perusahaan melakukan upaya perbaikan yang dapat dilakukan mandiri yang tidak membutuhkan campur tangan pihak luar. Contohnya adalah perubahan alat tangkap atau perubahan kebijakan internal perusahaan terkait penggunaan bahan kimia dalam kegiatan perikanan budi daya.

Perusahaan melakukan upaya perbaikan yang memerlukan partisipasi pihak luar seperti sesama perusahaan, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait lainnya.