Budi daya rumput laut Gracilaria merupakan salah satu komoditas potensial untuk dikembangkan. Namun, semakin meningkatnya kasus serangan lumut pada tambak rumput laut Gracilaria di Takalar, Sulawesi Selatan, menimbulkan keresahan bagi para pembudidaya. Mereka adalah anggota Kelompok Samaturu, dampingan WWF-Indonesia bersama Celebes Seaweed Group.
Kelompok Samaturu ini, secara rutin mendapatkan pengayaan materi dalam Kelas Samaturu, sistem pendidikan khusus untuk peningkatan kapasitas pembudidaya, yang bekerja sama dengan akademisi. Pada Kelas Samaturu ke-4 bertema ‘Pencegahan dan Pengendalian Lumut Pada Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp. di Tambak’ (9/9/2018), kombinasi spesies dalam tambak menjadi rekomendasi untuk menangani serangan lumut.
“Pembudidaya perlu terus memahami lebih jauh mengenai kombinasi spesies yang cocok dibudidayakan bersama dengan Gracilaria,” terang Dr. Rustam, M.Si., dosen Program Studi Budi Daya Perairan, FPIK UNHAS.
“Kombinasi spesies dapat menambah pendapatan pembudidaya dari hasil perikanan yang dipelihara secara polikultur dengan Gracilaria. Selain itu, tentunya, dapat mencegah atau meminimalisir serangan lumut pada rumput laut,” lanjut Dr. Rustam.
“Terutama dengan memelihara Gracilaria bersama dengan ikan bandeng,” tekannya. Penyediaan bibit bandeng haruslah bibit yang sudah bisa memakan lumut, yaitu yang sudah berukuran dua jari telunjuk. Jumlah bibit menyesuaikan dengan luasan tambak dan potensi pertumbuhan lumut dalam satu musim. Jika bibit bandeng kurang, kemungkinan tidak sanggup menanggulangi pertumbuhan lumut yang masif, apalagi di musim panas.
Rendahnya produksi bandeng menyebabkan pembudidaya sulit untuk mengatasi lumut yang ada di tambak. Pembudidaya perlu segera mengantisipasi penyediaan bibit bandeng. Hal ini juga dapat menjadi peluang untuk dapat meningkatkan produksi bandeng di Takalar.
Pentingnya persiapan tambak bagi pembudidaya
Ternyata, pembudidaya sering melupakan persiapan tambak sebelum melakukan penebaran bibit. Bahkan, sering menggunakan tambak selama setahun penuh tanpa ada jeda waktu untuk pengelolaan dan perbaikan kondisi tambak. Hal ini dapat menimbulkan masalah penyakit dan hama di kemudian hari. Inilah salah satu penyebab harga dan produksi rumput laut semakin menurun.
“Untuk itu, dibutuhkan komitmen dari pembudidaya untuk mempersiapkan dengan baik tambak sebelum digunakan, sehingga kuantitas dan kualitas rumput laut Gracilaria dapat ditingkatkan,” Dr. Rustam menekankan masalah pada pembudidaya saat ini.
Konstruksi tambak, juga tentukan kualitas rumput laut
Kontruksi tambak juga dapat mempengaruhi kualitas rumput laut, terutama pada proses pemasukan dan pengeluaran air tambak. Sehingga, pintu air, ketinggian pematang, caren, dan elevasi tambak harus diperhatikan.
“Di Takalar, kebanyakan tambak hanya memiliki saluran air pipa dan dengan konstruksi pengairan yang tidak bisa memompa air dalam jumlah yang banyak. Sehingga, ketinggian air hanya berkisar 40-50 cm. Faktor ini yang menjadi pemicu meningkatnya serangan lumut di tambak terutama pada musim kemarau akibat tingginya suhu dan rendahnya ketinggian air,” terang Dr. Rustam.
Kelas Samaturu, akan terus berlanjut
Kelas Samaturu telah dilangsungkan sebelumnya dengan tema budi daya yang baik, fokus pada perbaikan lahan; manajemen usaha; pembibitan mangrove. Kegiatan ini memberikan ruang bagi pembudidaya, penyuluh, dan pihak CSG untuk bisa berdiskusi bersama membahas masalah-masalah yang dihadapi dalam budidaya Gracilaria di tambak.
Kegiatan ini akan berlanjut, sehingga terjalinnya kerja sama antara pembudidaya, akademisi, dan pihak perusahan dalam pengembangan budidaya Gracilaria ke depannya. Tentunya, dengan tema yang bervariasi, sesuai dengan kondisi yang diharapi pembudidaya kita.
Pembelajaran tahun ini menjadi bahan untuk koreksi, pengembangan budidaya gracilaria dengan polikultur yang baik dengan bandeng, pada periode tahun depan, yang dimulai pemeliharaan optimal bandeng pada Maret – Desember 2018.