Perairan Indonesia teridentifikasi sebagai habitat dan ekosistem ikan sidat tropis, mulai dari pesisir Barat Sumatera, Selatan Jawa, Kalimantan, hingga perarian Sulawesi, Maluku dan Papua. Menurut Arai (2016), Indonesia memiliki 10 spesies ikan sidat, namun yang cukup populer untuk pasar Jepang adalah dari jenis Anguilla bicolor bicolor mengingat kesamaan rasa dengan Anguilla japonica.
Ikan sidat mungkin tidak terlalu populer bagi masyarakat Indonesia, komoditas perikanan ini sangatlah populer di wilayah Asia Timur terutama di Jepang, dengan nama dagang kabayaki (Jepang mengkonsumsi hingga 70% produksi belut di dunia). Tingginya permintaan kabayaki menimbulkan tekanan pemanfaatan yang cukup besar bagi sumberdaya sidat lokal asli Jepang dari jenis Anguilla japonica.
Melihat fakta menurunnya populasi ikan sidat di Jepang, banyak pelaku bisnis mulai melihat pentingnya menyediakan produk perikanan ramah lingkungan. Termasuk salah satunya adalah PT Iroha Sidat Indonesia. PT Iroha Sidat Indonesia merupakan salah satu perusahaan produksi ikan sidat ekspor dalam bentuk kabayaki ke Jepang dan menjadi salah satu anggota dari Seafood Savers.
Melacak Asal Benih Ikan Sidat
Memastikan sumber benih ikan sidat yang akan digunakan oleh industri menjadi salah satu poin yang sangat penting terkait dengan keterlacakan sumber benih. Praktik perikanan ikan sidat ini jika mengacu pada standard MSC tergolong dalam enhanced fisheries karena menggunakan bibit dari alam untuk praktik budi daya. Guna memenuhi informasi tersebut, pada tanggal 12-20 Juli 2018 telah dilakukan penilaian awal praktik penangkapan benih ikan sidat (glass eel) untuk rantai pasar PT Iroha Sidat Indonesia di wilayah perairan Sukabumi, Jawa Barat.
Praktik penangkapan glass eel di Sukabumi terjadi di beberapa wilayah muara sungai, dengan lokasi utama berada di muara Sungai Cumandiri, Sukabumi dengan menggunakan anco (lift net) dan sodok (push net) dengan jumlah nelayan aktif mencapai 100-200 orang, apabila masuk dalam musim puncak (Oktober – April) bisa mencapai 300-400 nelayan. Di Muara Sungai Cimandiri laju penangkapan glass eel pada musim paceklik berkisar antara 20-40 gr/nelayan/malam dan mencapai 50-100 gr/nelayan/malam pada musim puncak. Hasil tangkapan nelayan ini akan ditampung sementara di pengepul sebelum dikirim ke perusahaan via darat dan udara.
Teridentifikasi beberapa instrumen regulasi dari pemerintah yang mendukung dalam pengelolaan, yakni Permen KP No. 19 tahun 2012 mengenai Larangan Pengeluaran Benih Sidat dari Wilayah NKRI ke luar wilayah NKRI (untuk pelarangan ekspor sidat di bawah ukuran 150 g), Peraturan Bupati Sukabumi No. 25 tahun 2018 mengenai Pengelolaan dan Perlindungan Sumberdaya Ikan Sidat, serta Surat Edaran Bupati Sukabumi (29 Maret 2018) terkait pencatatan produksi dan kewajiban restocking indukan ikan sidat bagi pelaku usaha.
“Permintaan glass eel mulai meningkat banyak ketika pada tahun 2009 hingga sekarang. Harapan dari kami perikanan glass eel ini tetap lestari hingga masa depan karena sudah menjadi mata pencaharian para nelayan. Mari pemerintah dan seluruh masyarakat untuk menjaga sumberdaya ini,” pesan Bapak Yayan Supendi, seorang nelayan dan pengepul di Tegal Buleud, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.