[caption id="attachment_3167" align="alignleft" width="218"] Assorted reef fish and mantis shrimps (Lysiosquilla sp.) for sale. Fish vendors selling outdoors in Wangi Wangi afternoon public market. Wakatobi, South Sulawesi, Indonesia. 11 November 2009[/caption]
Populasi ikan di seluruh dunia terus berkurang (Marine Bio 2019) dan menuju pada tingkat yang mengkhawatirkan. Jika tidak diatasi, masyarakat sebagai konsumen utama di masa mendatang tidak akan bisa mengkonsumsi sumber makanan kaya gizi ini. Hidangan laut yang ditangkap secara bertanggung jawab adalah produk jaminan mutu. Artinya, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui ikan dengan kualitas terbaik. Hidangan laut yang diperoleh dengan alat tangkap yang merusak lingkungan, seperti penggunaan sianida, tidak hanya mempengaruhi kesegaran, tetapi juga daya simpan ikan. Lebih jauh lagi, penurunan stok yang berujung pada kepunahan suatu spesies dalam sebuah habitat bisa membuat ikan terkait rentan terhadap penyakit (The Waterfront Restaurant 2016). Perikanan berkelanjutan memastikan konsumen mendapatkan produk ikan dengan standar tertinggi, dimana ketersediaan produk didukung pula dengan praktik berkelanjutannya. Praktik berkelanjutan dalam perikanan ditargetkan untuk memastikan sumber daya perikanan dapat memberi manfaat secara terus-menerus. Praktik tersebut diantaranya mencakup penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, memastikan ukuran hasil termasuk dalam kategori layak tangkap, tidak terlibat dalam praktik perikanan ilegal, tidak diatur dan tidak terlaporkan (IUU Fishing) dan manajemen budidaya untuk meminimalkan atau mengurangi dampak negative bagi lingkungan dan kehidupan sosial tanpa mengurangi nilai ekonomi. Tidak dipungkiri, mayoritas nelayan kecil di Indonesia masih hidup prasejahtera sehingga jika diimplementasikan dengan baik, perikanan berkelanjutan tentu saja akan bermanfaat bagi 2,7 juta nelayan di Indonesia (cf. Rahman 2015). Alih-alih mengurangi, praktik perikanan berkelanjutan diduga justru meningkatkan produksi. Sebagai salah satu contoh yaitu produksi ikan layang di Flores Timur yang diproyeksikan akan meningkat per 2029 dengan adanya pengelolaan umpan hidup dan penetapan peraturan kuota penangkapan (Adityarini, Seafood Savers 2018). FAO mencatat peningkatkan produksi secara global dapat mencapai 16,5 juta ton atau senilai 32 miliar dolar. Dengan mengikuti program sertifikasi MSC misalnya, pemasok ikan tangkap secara langsung meningkatkan manajemen operasionalnya. Antara lain, pengelolaan risiko terkait manajemen limbah dan peningkatan kesejahteraan pekerja yang tentu akan berdampak pada peningkatkan kuantitas dan kualitas produksi. Perikanan berkelanjutan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Jika perikanan berkelanjutan dijalankan dengan baik, industri perikanan bisa menyumbang pemasukan tambahan hingga 83 miliar dolar per tahunnya (World Bank 2015 via Fish Forward). Di Indonesia, perikanan berkontribusi bagi pendapatan negara sebesar 59,98 triliun atau 3,71% dari total PDB pada triwulan ketiga 2018 (Tempo 2018, Kata Data 2019). Dengan kata lain, perikanan berkelanjutan yang diimplementasikan sesuai pedomannya akan memberikan manfaat tidak hanya bagi nelayan dan perusahaan pemasok, tetapi juga konsumen, bahkan negara. |