Pemanfaatan sumberdaya perairan untuk peningkatan ekonomi masyarakat sudah menjadi hal umum yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Waduk atau danau menjadi salah satu lokasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan di bidang perikanan, pariwisata dan energi. Contohnya? Sebut saja Waduk Cirata di Jawa Barat dan Waduk PB Soedirman di Jawa Tengah yang menjadi pusat kegiatan perikanan keramba, pariwisata dan juga PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air).
Ironisnya, tidak jarang dalam kegiatan tersebut menimbulkan permasalahan pencemaran lingkungan dan konflik sosial. Contoh kasus kerusakan lingkungan yang terjadi yaitu kematian masal ikan yang terjadi di Danau Toba pada tahun 2018. Hasil investigasi yang dilakukan oleh Satgas dari Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) menyebutkan ada tiga dugaan penyebab kematian masal ikan yaitu (1) penurunan suplay oksigen terlarut bagi ikan, (2) tingkat kepadatan yang terlalu tinggi dan (3) kondisi penenpatan jaring apung pada lokasi yang terlalu dangkal dengan kondsi dasar perairan adalah lumpur.
Tak hanya di tanah Jawa, waduk yang berfungsi sebagai pusat kegiatan bagi masyarakat juga berkembang di Provinsi Riau, bernama Waduk Koto Panjang di Kab. Kampar. Saat ini waduk bermanfaat sebagai kawasan untuk budidaya perikanan, pariwisata dan PLTA. Berkaca dari pemanfaatan waduk yang berujung pada kerusakan lingkungan dan konflik sosial, maka Dinas Perikanan Kab. Kampar bekerjasama dengan WWF Indonesia melakukan inisiasi implementasi Akuakultur Dengan Pendekatan Ekosistem (ADPE) atau Ecosystem Approach to Aquaculture (EAA).
Pra-Penilaian ADPE Waduk Koto Panjang
Desember 2018, Dinas Perikanan Kab. Kampar bersama WWF Indonesia melakukan proses pre-assessment ADPE untuk Waduk Kotopanjang. Pedum penilaian ADPE merupakan panduan untuk melakukan proses penilaian terhadap pengelolaan kawasan akuakultur. Konsepnya sendiri berupa strategi untuk mengintegrasikan kegiatan akuakultur dengan aspek lingkungan yang lebih luas dengan menyeimbangkan hubungan aspek sosial ekonomi dan lingkungan serta tata kelola untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Hasil penilaian menunjukkan bahwa nilai ADPE kawasan Waduk Koto Panjang yaitu 1,9 dari nilai maksimal 3 atau sekitar 62,1% dari kondisi ideal atau dengan kata lain tingkat penerapan ADPE masih dalam batas minimal pada kategori sedang.
Menindaklanjuti hasil pre-assessment tersebut, Dinas Perikanan Kab. Kampar yang didukung oleh WWF Indonesia dan juga Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelauatan dan Perikanan (KKP) melakukan proses sosialisasi hasil pre-assessment ADPE, dilanjutkan lokakarya kesadaran lingkungan dalam kerangka pengelolaan kawasan Waduk Koto Panjang. Kegiatan dilakukan pada 24 – 25 April 2019.
Kegiatan sosialisasi dihadiri oleh segenap SKPD Kab. Kampar antara lain Dinas Perikanan Kab. Kampar, Dinas Lingkungan Hidup Kab. Kampar, BAPEDA Kab. Kampar, Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kab. Kampar, Dinas Penanaman Modal Kab. Kampar, Dinas Priwisata dan Budaya Kab. Kampar, Kepala Desa Merangin dan Penyuluh Perikanan Kab. Kampar.
Pada kegiatan tersebut diperoleh beberapa rekomendasi antara lain (1) Pemda bersama dengan pembudidaya KJA diharapkan tetap memonitoring dan mempertahankan jumlah KJA serta produksinya agar tidak melampaui daya dukung lingkungan Waduk Koto Panjang; (2) Pemda menerbitkan legalitas untuk kegiatan KJA di Waduk Koto Panjang; (3) Pemda memiliki pengelola kegiatan pemanfaatan waduk Koto Panjang bersama untuk mengatasi konflik sosial antar pengguna/pemanfaat waduk; dan (4) Upaya peningkatan penilaian ADPE di Waduk Koto Panjang harus dibarengi dengan pembentukan Tim Pengelola Kawasan ADPE yang dipimpin oleh Bupati Kampar dengan keanggotaannya terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana.
Upaya Peningkatan Status Penilaian ADPE
“ADPE memiliki beberapa peran dan fungsi antara lain peningkatan program ketahanan pangan, memperkuat eksistensi kawasan akuakultur dan terbukanya kesempatan kerja/usaha; meningkatkan daya saing produk akuakultur ramah lingkungan dan merangsang investasi; menggerakkan perekonomian lokal/nasional berbasis akuakultur serta menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan dalam rangka mengintegrasikan program program pembangunan yang berkelanjutan pada suatu kawasan” papar H. Zulfahmi, S. Pi., M. Si (Sekretaris Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Kampar) dalam sesi diskusi.
Kegiatan lokakarya menjadi ajang untuk memberikan stimulus terhadap pembudidaya KJA di Waduk Kotopanjang agar selalu memperhatikan lingkungan di sekitar lokasi budidaya. Kegiatan ini memiliki kaitan erat dalam upaya peningkatan status penilaian ADPE, terutama dalam mendukung salah satu komponen penilaiannya yaitu “Keberlanjutan Ekosistem”.
Bapak H. Joni selaku pembudidaya KJA Waduk Koto Panjang dari Kelompok Tani Maju mengemukakan “Pembudidaya berharap bahwa terjadinya pencemaran lingkungan jangan hanya menyalahkan pembudidaya KJA, karena kegiatan lain seperti pariwisata, pertanian dan perkebunan disekitar waduk juga punya kontribusi terhadap pencemaran yang ada di Waduk Kotopanjang. Pembudidaya KJA juga berkomitmen untuk menjaga lingkungan, salah satunya dengan adanya perahu yang difungsikan untuk mengambil sampah yang ada di waduk,” paparnya dalam sesi diskusi. Jenis sampah yang sering ditemukan adalah sisa kantong pakan ikan, sampah plastik, ikan yang mati dan juga kayu-kayu yang terapung di permukaan waduk.
Diakhir kegiatan Bapak H. Zulfami S.Pi, M.Si mengungkapkan “Keberlanjutan ekosistem di Waduk Koto Panjang adalah tanggungjawab bersama dan harus dilakukan secara sinergi oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjaga Waduk Kotopanjang agar lestari dan tidak mendapat status zero KJA oleh pemerintah pusat,” pungkasnya.
Footnote:
- Ekosistem Waduk Koto Panjang terletak pada dua wilayah kewenangan yaitu Kecamatan XIII Koto Kampar (Provinsi Riau) dan Kecamatan 50 Kota (Propinsi Sumatera Barat). Ekosistem Waduk Koto Panjang memiliki fungsi utama sebagai pembangkit listrik tenaga air. Waduk PLTA Koto Panjang ini dibangun pada tahun 1992 dan selesai pada tahun 1997, mempunyai tinggi bendungan 96 m dan genangan seluas 400 ha dengan kedalaman air berkisar antara 73 – 85 m. Selain itu, ekosistem Waduk Koto Panjang juga dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan budidaya Keramba Jaring Apung (KJA), perikanan tangkap dan wisata. Komoditas ikan yang ada di Waduk Koto Panjang yaitu ikan mas dan ikan nila