Dari sektor hulu, Seafood Savers sebagai salah satu bentuk inisiatif WWF-Indonesia untuk menjembatani para pelaku industri dalam mewujudkan perikanan Indonesia yang berkelanjutan telah menjalin kerja sama dengan pelaku utama dan usaha budidaya rumput laut Gracilaria sp. & Eucheuma sp. di Indonesia, seperti CV. Celebes Seaweed Group (CSG) di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan dan Kelompok Pembudidaya Rumput Laut Dewara dan Lagundi di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Seafood Savers bertugas dalam memberikan apresiasi, asistensi, penghubung, advokasi dan edukasi kepada perusahaan dalam mewujudkan perikanan berkelanjutan melalui skema implementasi Aquaculture Improvement Program (AIP). Terdapat lima prinsip standar ASC-MSC Rumput Laut yang menjadi acuan dalam implementasi AIP.
Prinsip Satu: Keberlanjutan Populasi Rumput Laut Non-Budidaya, dimana implementasinya diharapkan dapat mempertahankan stok rumput laut non-budidaya, strategi pemanenan yang responsif terhadap keadaan target status stok, dan tidak berdampak pada struktur genetika populasi rumput laut non-budidaya.
Prinsip Dua: Dampak Lingkungan. Implementasi prinsip dua ini diharapkan kegiatan budidaya rumput laut tidak mengurangi struktur dan fungsi habitat rumput laut; tidak mengganggu elemen kunci penyusun struktur dan fungsi ekosistem rumput laut; tidak memiliki dampak terhadap spesies ETP (langka, terancam punah dan dilindungi); terdapat strategi pencegahan penyebaran hama dan penyakit, efisiensi penggunaan energi; translokasi tidak mungkin menyebabkan adanya penyakit, hama, patogen dan bukan spesies asli kedalam ekosistem sekitar; dan mencegah serangan dampak ekosistem dari hadirnya spesies asing/baru.
Prinsip Tiga: Manajemen yang Efektif. Implementasi prinsip ini adalah kegiatan budidaya rumput laut tidak melanggar aturan hukum dan/atau adat istiadat setempat; proses pengambilan keputusan yang responsif, menggunakan pendekatan pecegahan, akuntabilitas dan transparansi; seluruh informasi tentang keputusan, data unit produksi yang mendukung keputusan, alasan pengambilan keputusan, sebaiknya tersedia bagi semua pemangku kepentingan berdasarkan permintaan; serta kepatuhan dan penegakan aturan.
Prinsip Empat: Tanggungjawab Sosial. Prinsip ini bertujuan menghindari insiden/pelecehan dan tidak mempekerjakan pada buruh anak dan remaja (dibawah 15 tahun); tidak ada kerja paksa, kerja terikat dan kerja wajib; tidak ada insiden dan resiko diskriminasi; terjaminnya kesehatan, keselamatan dan asuransi pekerja; penggajian yang adil dan sesuai; adanya kebebasan brserikat dan perundingan bersama; adanya kebijakan yang memastikan perlindungan dari tindakan kekerasan praktik disipliner; pembagian jam kerja yang adil; dan adanya pelatihan lingkungan dan sosial.
Prinsip Lima: Hubungan dan Interaksi dengan Masyarakat. Implementasi dalam prinsip ini seperti unit produksi rumput laut memberikan manfaat sosia yang positif bagi komunitas; penyelesaian perselisihan yang dilakukan oleh unit produksi harus memenuhi syarat undang-undang nasional yang transparan; hak-hak masyarakat adat/kelompok pribumi dihormati oleh unit produksi dan ada upaya mengakomodasi kebutuhan mereka; unit produksi mematuhi peraturan navigasi dan memungkinkan akses bagi pengguna sumberdaya lainnya; dan adanya upaya identifikasi dan pemulihan peralatan substansial, penonaktifan unti produksi atau struktur berbasis air yang tidak terpakai.
Salah satu anggota pembudidaya rumput laut Gracilaria sp. mitra CSG Bone mengatakan bahwa “ASC-MSC rumput laut sangat baik dilaksanakan agar kegiatan budidaya tetap ramah lingkungan dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar, dan kita juga bisa mendapatkan harga yang lebih baik”. Dalam rangka mengoptimalkan implementasi kegiatan AIP, diperlukan koordinasi yang solid dan kerjasama yang baik antar para stakeholders dan pihak-pihak yang terlibat, seperti pihak perusahaan, kelompok pembudidaya rumput laut, WWF-Indonesia (tim aquaculture), Seafood savers, instansi-instansi pemerintah (tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dinas kelautan dan perikanan, penyuluh, dll), institusi pendidikan, pemangku adat dan seluruh masyrakat sekitar lokasi budidaya rumput laut. Sehingga, pelaku utama dan usaha dampingan WWF-Indonesia diharapkan mampu mendapatkan sertifikat ekolabel Aquaculture Stewardship Council (ASC) dan menjadi pelopor bagi perusahaan dan kelompok budidaya rumput laut lainnya di Indonesia untuk menerapkan sistem budidaya yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.