Sebagai perusahaan yang memanfaatkan sumber daya perikanan, PT Matsyaraja Arnawa Stambhapura (PT MAS) berupaya melakukan perbaikan perikanan dengan bergabung bersama Seafood Savers di Mei 2021. Berbagai rencana kerja disusun sesuai dengan pemenuhan standar ekolabel perikanan berkelanjutan.
Perikanan tangkap kerap menghadapi tantangan dalam proses penangkapan ikan yang menjadi target tangkapannya, tidak jarang spesies laut seperti penyu, hiu dan lainnya juga ikut tertangkap. Hal ini tidak hanya menyebabkan penurunan populasi spesies laut terancam punah dan dilindungi, namun juga merugikan pihak perusahaan karena menyebabkan kerusakan pada alat tangkap.
Dalam upaya mendukung kajian stok perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 dan mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) spesies laut yang dilindungi dan terancam punah atau spesies ETP (Endangered, Threatened, and Protected), , PT MAS bersama Yayasan WWF Indonesia melaksanakan Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas pada 1 Februari 2022 mengenai Pendataan Perikanan, serta Mitigasi dan Penanganan Hasil Tangkapan Sampingan Spesies Laut Dilindungi dan Terancam Punah. Kegiatan ini dihadiri oleh Dinas Perikanan Kupang, BKIPM Kupang, BKKPN Kupang, PSDKP Kupang, dan PT Laut Nusantara Juara (Lanusa).
Stefania Tunga Boro, selaku Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur menyampaikan “Berkolaborasi dan berkejasama dalam menjaga lingkungan itu sangat diperlukan dengan melibatkan berbagai macam stakeholder. Adapun tujuan kegiatan hari ini, agar dapat mengetahui cara untuk melakukan pendataan hasil tangkapan serta bagaimana mitigasi dan penanganan spesies dilindungi dan terancam punah. Kami juga telah membuat kebijakan tentang pengelolaan lingkungan. Progres di Kupang ini untuk sertifikasi terutama di PT MAS ini sudah cukup progresif untuk mendukung keberlangsungan dan kemajuan perikanan di Nusa Tenggara ini. Dinas Kelautan sangat terbuka dalam diskusi dan masukan terutama terkait pengelolaan lingkungan.”
Lokasi pendaratan ikan yang menjadi sentra kapal perikanan untuk mendaratkan hasi tangkapannya perlu untuk melakukan pendataan hasil tangkapan. Pada kesempatan kali ini, Alifah Fitam selaku fisheries science assistant Yayasan WWF Indonesia menyampaikan mengenai pentingnya produktivitas lokasi pendaratan ikan untuk menjadi sentra ekonomi perikanan, urgensi dilakukannya pendataan perikanan, bagaimana cara melakukan pendataan yang akurat, dan pengenalan instrumen form pendataan. Keluaran dari hasil pendataan ini nantinya akan mendukung dalam dasar pengambilan kebijakan pengelolaan perikanan serta menginformasikan stok ikan yang sangat berguna bagi keberlanjutan ekonomi perikanan.
Proses pendataan biasanya dibantu minimal oleh satu orang enumerator dalam setiap pendaratan ikan. Jumlah enumerator harus disesuaikan dengan kapasitas pendaratan ikan agar efektif dan efisien. Pendataan perikanan dapat dilakukan dengan beberapa metode, apabila terlalu banyak kapal yang melakukan pendaratan pada waktu yang hampir bersamaan, maka metode estimasi dapat dilakukan. Metode estimasi dilakukan dengan mengambil sampling ikan per keranjang dikali dengan jumlah total keranjang yang didaratkan. Selain itu, sampling biologi juga dapat dilakukan dengan sampling acak terstruktur, dimana metode ini mempertimbangkan ukuran dan spesies ikan.
Dengan adanya penyampaian materi mengenai pendataan perikanan, 20 peserta yang mengikuti kegiatan ini juga diberikan pre-test dan post-test untuk mengatahui pemahaman peserta terkait pendataan perikanan sebelum dan sesudah dilakukannya pemaparan materi. Hasil perhitungan pre-test menunjukkan nilai sebesar 83 dan post-test sebesar 82. Terdapat penurunan satu point antara pre-test dan post-test mengenai kegiatan pendataan perikanan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan beberapa peserta masih memerlukan waktu untuk memahami hal yang disampaikan oleh pembicara.
Lokasi pendaratan ikan yang menjadi sentra kapal perikanan untuk mendaratkan hasi tangkapannya perlu untuk melakukan pendataan hasil tangkapan. Pada kesempatan kali ini, Alifah Fitam selaku fisheries science assistant Yayasan WWF Indonesia menyampaikan mengenai pentingnya produktivitas lokasi pendaratan ikan untuk menjadi sentra ekonomi perikanan, urgensi dilakukannya pendataan perikanan, bagaimana cara melakukan pendataan yang akurat, dan pengenalan instrumen form pendataan. Keluaran dari hasil pendataan ini nantinya akan mendukung dalam dasar pengambilan kebijakan pengelolaan perikanan serta menginformasikan stok ikan yang sangat berguna bagi keberlanjutan ekonomi perikanan.
Proses pendataan biasanya dibantu minimal oleh satu orang enumerator dalam setiap pendaratan ikan. Jumlah enumerator harus disesuaikan dengan kapasitas pendaratan ikan agar efektif dan efisien. Pendataan perikanan dapat dilakukan dengan beberapa metode, apabila terlalu banyak kapal yang melakukan pendaratan pada waktu yang hampir bersamaan, maka metode estimasi dapat dilakukan. Metode estimasi dilakukan dengan mengambil sampling ikan per keranjang dikali dengan jumlah total keranjang yang didaratkan. Selain itu, sampling biologi juga dapat dilakukan dengan sampling acak terstruktur, dimana metode ini mempertimbangkan ukuran dan spesies ikan.
Dengan adanya penyampaian materi mengenai pendataan perikanan, 20 peserta yang mengikuti kegiatan ini juga diberikan pre-test dan post-test untuk mengatahui pemahaman peserta terkait pendataan perikanan sebelum dan sesudah dilakukannya pemaparan materi. Hasil perhitungan pre-test menunjukkan nilai sebesar 83 dan post-test sebesar 82. Terdapat penurunan satu point antara pre-test dan post-test mengenai kegiatan pendataan perikanan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan beberapa peserta masih memerlukan waktu untuk memahami hal yang disampaikan oleh pembicara.
Selanjutnya, materi tentang teknologi mitigasi serta penanganan tangkapan sampingan spesies ETP disampaikan oleh Chaerul Ahadi selaku Marine ETP Species Specialist for Bycatch Yayasan WWF Indonesia. Peserta diperkenalkan tentang jenis-jenis spesies laut yang masuk dalam kategori spesies ETP, teknologi mitigasi tertangkapnya spesies ETP, serta kesamaan perilaku spesies ETP dengan spesies target penangkapan yang menjadi faktor tertangkapnya spesies ETP tersebut.
Adanya kesamaan karakteristik antara target tangkapan dan spesies ETP yang menjadi tangkapan sampingan seperti lokasi, waktu dan sensitifitas menjadikan potensi tertangkapnya spesies dilindungi lebih besar. Prinsip pertama dari pertolongan pada tangkapan sampingan adalah keamanan pertama pada penolong. Selain itu, berbagai peralatan yang idealnya dibutuhkan dalam penanganan tangkapan sampingan spesies ETP yaitu sarung tangan, tang, selang, serokan, pemotong leher angsa, pelepas mata pancing (de hooker), meteran, jaring, dan sepatu boots.
Ada juga sesi praktik penanganan hiu dan penyu apabila tertangkap secara tidak sengaja (bycatch) pada operasi penangkapan pancing dan jaring. Peserta diberi simulasi bagaimana memotong tali atau jaring apabila hiu terlilit tali atau tersangkut jaring, yaitu dengan memotong dari arah kepala sampai ke ekor. Simulasi ini dilakukan agar peserta mengetahui cara untuk mengurangi luka tambahan pada saat penanganan sekaligus menghindari kibasan ekor hiu. Penanganan hiu diatas air lebih dianjurkan dari pada penanganan diatas kapal, hal tersebut untuk menghindari terjadinya dehidrasi pada hiu serta meningkatkan kelulushiudupan hiu tersendiri (hiu bernafas dengan insang)
Dalam proses penanganan, spesies laut juga harus diselimuti dengan kain basah. Pada penyu, kain basah dipasang diseluruh tubuh terkecuali pada bagian kepala, sedangkan untuk hiu kain basah diberikan pada bagian kepala. Insang hiu dan pari merupakan bagian yang mudah untuk terluka, karena itu penanganan hiu dan pari tidak boleh langsung menyentuh insang.
Peserta kegiatan kemudian di minta untuk menjawab post test setelah sebelumnya mengisi pre test pada saat sebelum materi disampaikan. Pre test dan post test digunakan untuk mengukur tersampaikannya informasi serta pemahaman dan kemampuan dari para peserta. Hasil post test dan pre test menunjukan adanya peningkatan kemampuan sebesar 16, 87 % dari peserta, nilai tersebut diambil dari rata-rata nilai post test 92.50 di kurangi dengan rata-rata nilai pre test 75,6.
PT MAS menyambut baik pemaparan yang telah disampaikan dan akan coba mengimplementasikan pendataan hasil tangkapan dengan formulir yang disediakan dan akan menggunakan teknologi mitigasi ETP Spesies (LED dan Pemberat Magnet) sebagai langkah untuk mengurangi hasil tangkapan samping ETP Spesies. Dalam hal tindak lanjut tersebut, Yayasan WWF Indonesia akan mengasistensi PT MAS secara berkala. Diakhir pelatihan, Winda perwakilan dari PT MAS menyampaikan kesannya selama pelatihan “Terima kasih kepada WWF Indonesia yang telah melakukan pelatihan sehingga kami bisa mengetahui biota apa saja yg dilindungi. Serta para nelayan dapat mengetahui cara penanganan spesies laut yang menjadi bycatch. Kegiatan ini sangat menarik dan ini merupakan yang pertama yang dilakukan di PT MAS.”