Kabupaten Sorong Selatan dikenal sebagai salah satu daerah yang merupakan penghasil udang terbesar di Provinsi Papua Barat. Hal ini dapat dilihat pada data Provinsi Papua Barat Dalam Angka 2018 yang menyatakan total produksi udang di Kabupaten Sorong Selatan sebanyak 4.007,30 ton dengan nilai produksi perikanan sebesar Rp 91.653.993 sedangkan Kabupaten Kaimana sebanyak 1.271,68 ton dengan nilai produksi sebesar Rp.61.001.055. Produksi udang yang mencapai 4.007,30 ton terdiri jenis udang dogol, udang putih/jerbung, udang ratu/raja, udang windu, udang barong/udang karang dan udang lainnya.
Nelayan melakukan aktivitas penangkapan udang di Perairan Warungge. Para nelayan setiap hari melakukan aktivitas penangkapan hanya satu hari karena lokasi penangkapan udang yang dekat dan armada yang digunakan hanya berkapasitas <7 GT. Selain itu nelayan menggunakan alat tangkap jaring tiga lapis (trammel net).
Hasil tangkapan udang yang sering didapatkan para nelayan adalah udang jerbung (Penaeus merguiensis) dan udang windu (Penaeus monodon). Namun hasil tangkapan yang banyak didapatkan nelayan adalah udang jerbung (Penaeus merguinensis). Selain itu terdapat hasil tangkapan lain (bycatch) yang tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh nelayan. Salah satu bycatch yang sering didapatkan nelayan adalah jenis ikan sembilang dikarenakan tidak memiliki pasar
Hasil tangkapan nelayan yakni udang sudah memiliki rantai pasar tetap di beberapa perusahaan. Salah satunya PT. IMPD (Irian Marine Product Development) yang berlokasi di Kota Sorong. PT. IMPD merupakan salah satu perusahaan pengolahan yang menjual produk dalam bentuk beku yang komoditasnya ditangkap langsung dari alam. Perusahaan PT. IMPD melakukan penjualan produk udang bukan hanya di dalam negeri, namun penjualannya dilakukan sampai ke luar negeri seperti Jepang.
Pasaran udang yang dilakukan hingga keluar negeri tentu bukan hal yang mudah bagi perusahaan, terutama dalam menjaga kualitas penanganan udang agar tetap dalam kondisi baik. Seiring dengan berjalannya waktu dan para konsumen juga semakin selektif dalam memilih suatu produk. Para konsumen saat ini tidak hanya memilih dari kualitas kebersihan produk, namun para konsumen juga ingin mengonsumsi suatu produk yang ramah lingkungan dan konsumen sendiri tidak akan takut jika membeli suatu produk yang harganya cukup fantastis asalkan kualitas produk tersebut sangat terjamin.
Produk ramah lingkungan yang dimaksud adalah suatu produk yang memperhatikan keberlanjutan dalam pengelolaan lingkungan yang baik. Contohnya, produk udang yang ramah lingkungan dimana saat aktivitas penangkapan udang, alat tangkap yang digunakan adalah alat yang ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan tempat hidup udang serta menjaga stok udang untuk ke depannya agar udang yang kecil berkesempatan berkembang menjadi udang dewasa serta udang yang dewasa dapat melakukan pemijahan.
WWF-Indonesia dengan dukungan proyek USAID Sustainable Ecosystem Advanced (USAID SEA) saat ini sedang mengimplementasikan program Fisheries Improvement Program (FIP) yang bertujuan untuk memperbaiki praktik dan pengelolaan penangkapan ikan berkelanjutan. PT. IMPD sebagai salah satu perusahaan pengolahan udang yang diajak bekerja sama dalam kegiatan ini menyambut baik program FIP tersebut. WWF-Indonesia menargetkan PT. IMPD sebagai target FIP karena perusahaan sudah memiliki rantai pasar hingga ke luar negeri dan memiliki komitmen untuk menghasilkan suatu produk udang dengan memperhatikan lingkungan sekitar serta keberlanjutan stok.
PT. IMPD saat ini telah menjadi pra-anggota Seafood Savers dan sedang dalam proses menuju keanggotaan penuh Seafood Savers. Seafood Savers adalah inisiatif WWF-Indonesia untuk menjembatani para pelaku industri dalam mewujudkan perikanan Indonesia yang berkelanjutan. Program dari Seafood Savers adalah mewujudkan perikanan berkelanjutan melalui mekanisme kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri perikanan. Kerja sama yang dilakukan dengan cara mendampingi perusahaan untuk mendapatkan sertifikat MSC (Marine Stewardship Council) untuk perikanan tangkap dan ASC (Aquaculture Stewardship Council) perikanan budidaya. Hubungan Seafood Savers dan FIP adalah mengembangkan program perbaikan perikanan yang selanjutnya akan diaplikasikan kepada perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam Seafood Savers.
WWF-Indonesia sedang melakukan penilaian pemenuhan Better management Practice (BMP) dengan tujuan tersedianya data pendukung menuju perbaikan perikanan dan tentunya akan melakukan pendampingan kepada nelayan untuk mengimplementasi program FIP melalui pendampingan BMP. Selain itu program hasil tangkapan perikanan yang tidak dimanfaatkan sedang dalam proses perencanaan untuk dimanfaatkan sebagai sebuah produk yang memiliki nilai jual dengan melakukan pelatihan pengolahan produk perikanan agar memiliki nilai jual dan melatih membangkitkan semangat masyarakat dalam berwirausaha. Rencana kerja yang akan dieksekusi untuk 3 bulan ke depan yaitu penerapan logbook untuk nelayan kecil yang dimulai dari sosialisasi penggunaan logbook perikanan, uji coba penggunaan logbook serta pemantauan penggunaan logbook perikanan. Kemudian, untuk implementasi FIP akan dilakukan pembuatan perjanjian dengan para pemangku kepentingan, melakukan pelatihan MSC, penilaian awal MSC dan supplier improvement.