Memiliki corak loreng hitam dan putih dengan sentuhan warna putih keabu-abuan memberikan kontras warna yang menarik pada jenis udang yang satu ini. Masyarakat internasional lebih mengenalnya dengan sebutan “black tiger” hal ini dikarenakan corak loreng yang menyerupai harimau atau macan. Masyarakat Indonesia mengenal udang ini dengan sebutan udang windu dan pernah menjadi komoditas utama ekspor seafood Indonesia pada era 80 hingga 90 an.
Provinsi Lampung pernah menjadi produsen udang windu terbesar di Indonesia, selain daerah lain seperti Kalimantan, Jawa dan bahkan Sulawesi. Tidak heran jika kita dapat menemukan bekas tambak-tambak udang windu di berbagai wilayah di Indonesia. Hal ini didukung dengan fakta bahwa induk udang windu banyak ditemukan di perairan Indonesia. Kita bisa menemukan mereka dibeberapa wilayah perairan Aceh, Pangandaran, Cilacap dan Papua.
Pada masa kejayaanya, udang windu menjadi primadona bagi penikmat seafood di seluruh nusantara, namun sayagnya saat ini pamor udang windu tersingkirkan oleh pesaing berat dari negeri seberang yaitu udang vaname. Banyak faktor yang mempengaruhi penurunan pamor udang windu di Indonesia, antara lain faktor penyakit dan juga kondisi produktivitas lahan budidaya yang telah mengalami bagi budidaya udang windu. Penurunan produktivitas lahan dipicu oleh berbagai faktor diantaranya penggunaan input budidaya yang tidak memperhatikan faktor keberlanjutan, dan kurangnya praktik manajemen yang baik seperti absennya pengangkatan lumpur/bahan organic sebelum dimulainya budidaya, selain itu penurunan mutu kualitas air juga menjadi faktor penting dari rendahnya produktivitas udang windu di Indonesia pada saat itu hingga sekarang.
Tim budidaya perikanan Yayasan WWF Indonesia bekerja sama dengan PT Misaja Mitra, Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara (BBPBAP - Jepara), Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Brebes, serta Kelompok Pembudidaya Ikan atau Dian Mandiri berupaya membangun program yang bertujuan membangkitkan kembali geliat budidaya udang windu di Kabupaten Brebes. Diskusi dan sharing dengan berbagai pihak telah dilakukan untuk menggali data dan informasi yang dibutuhkan untuk proses persiapan dan eksekusi peningkatan produktivitas budidaya udang windu ini. Kegiatan awal yang disepakati yaitu melakukan uji coba atau demplot budidaya udang windu dengan skema pendampingan rutin termasuk "Sekolah Lapang Tambak" (SLT). Uji coba ini akan dilakukan pada lahan seluas kurang lebih 10 ha yang merupakan lahan milik 4 petambak di Brebes.
SLT merupakan konsep yang diusung oleh BBPAP - Jepara dan sudah diaplikasikan di berbagai tempat di Indonesia. Kepala BBPBAP Jepara, Supito, M. Si menyampaikan “Pihak BBPBAP Jepara sangat mendukung kegiatan ini dan akan memberikan pendampingan SLT sebaik mungkin melalui tim teknis yang telah berpengalaman.”
Kegiatan SLT ini dilakukan dengan proses pendampingan rutin kepada petambak dari mulai persiapan lahan hingga pasca panen. "Kegiatan SLT akan dilaksanakan melalui beberapa pertemuan kurikulum antara lain persiapan lahan tambak, pemilihan benih udang yang baik, pemeliharaan, pemanenan dan pasca panen,” ujar Bayu Romadhona, M. Si selaku pendamping teknis lapangan.
Pertemuan pertama SLT telah dilaksanakan di Desa Bangsri, Kabupaten Brebes pada tanggal 30 mei - 1 Juni 2022. Kegiatan meliputi proses identifikasi kondisi lahan tambak untuk memastikan dan mengetahui langkah yang harus diambil dalam proses persiapan lahan untuk budidaya udang windu. Tindak lanjut dari pertemuan tersebut adalah adanya kegiatan pengeringan lahan tambak secara maksimal.
Pada tanggal 9-10 Juli 2022, kegiatan SLT dilanjutkan dengan persiapan lahan tahap lanjutan yaitu proses pemberian kapur, saponin, dan juga proses fermentasi untuk kesuburan air tambak. Paralel dengan kegiatan tersebut, proses penebaran benih udang windu sebanyak 810.000 ekor post-larvae/PL juga dilakukan dengan proses pentokolan atau oslah di tambak Desa Bangsri.
Gambar 1 Aklimatisasi Benih
Tarmidi, selaku Ketua Kelompok Dian Mandiri menyampaikan “Saya sangat berterima kasih dan memberikan apresiasi yang tinggi atas inisiasi ini. Saya harap program ini akan sukses dan mempu meningkatkan budidaya udang windu di wilayahnya.”
Gambar 2 Pengukuran Udang
Dukungan juga di sampaikan oleh PT Misaja Mitra yang merupakan anggota dari Seafood Savers, melalui tim lapangannya, Lucky Anggriawan, “PT Misaja akan terus berkomitmen mendukung kegiatan peningkatan budidaya udang windu dan siap untuk menerima (membeli) hasil panen udang windu di Brebes.”
Sekolah Lapang Tambak diharapkan mampu memberikan perubahan nyata dalam upaya peningkatan produktivitas udang windu di Indonesia khususnya di Kabupaten Brebes. Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik jika diikuti dengan komitmen bersama dari semua pihak, terutama dari petambak udang untuk memulai kembali budidaya udang windu. Dalam meramu kembali kejayaan udang windu tentunya dibutuhkan sinergitas semua pihak baik masyarakat, swasta dan juga otoritas pemilik kebijakan. Kepala Dinas DKP Kabupaten Brebes menyampaikan dukungan penuh pada kegiatan ini dan dibuktikan dengan kehadiran mereka pada saat pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Gambar 3 Pelatihan Peserta Sekolah Lapang Tambak