WWF-Indonesia telah meluncurkan Better Management Practices (BMP) yaitu dokumen yang disusun oleh tim perikanan WWF-Indonesia untuk mencapai sebuah tujuan: perikanan bertanggungjawab dan berkelanjutan. Dalam panduan tersebut terdapat informasi dan panduan praktik perikanan ramah lingkungan dengan mengkombinasikan antara pengalaman di lapangan dari berbagai lokasi kerja WWF-Indonesia dengan literatur pendukung dari para ahli di bidangnya (baca juga “WWF-Indonesia terbitkan panduan untuk wujudkan perikanan nasional berkelanjutan”). Terbitan BMP tersebut diperuntukkan untuk beberapa jenis perikanan, antara lain: Perikanan Tuna; Perikanan Kerapu dan Kakap; Budi daya Udang Windu Dengan Pemberian Pakan dan Tanpa Aerasi; Budi daya Udang Windu Tanpa Pakan dan Tanpa Aerasi; Budi daya Ikan Kerapu, Sistem Keramba Jaring Apung dan Tancap: Budi daya Ikan Nila, Sistem Keramba Jaring Apung; Mencegah dan Mengatasi Udang Windu Pada Budi daya Tradisional dan Semi-Intensif; Pengoperasian Tuna Longline Ramah Lingkungan, Untuk Mengurangi Hasil Tangkapan Sampingan (By Catch); dan Penanganan Penyu Sebagai Hasil Tangkapan Sampingan (By Catch) Pada Alat Tangkap Tuna Longline dan Trawl. Dokumen ini dapat menjadi referensi bagi semua pelaku di dunia perikanan, dari penghobi sampai dengan pebisnis, dari pemerintah, praktisi, maupun sektor akademisi. Menindaklanjuti peluncuran BMP tersebut, WWF melaksanakan beberapa rangkaian kerjasama sebagai upaya implementasi, salah satunya bisa dibaca di “WWF: Budi daya udang windu tradisional bisa ramah lingkungan”. Berikutnya WWF mengadakan pelatihan yang memfokuskan pada hasil tangkapan sampingan (bycatch). Seperti kita ketahui bahwa sekarang ini kegiatan perikanan sudah semakin maju, baik dari alat tangkap, teknik tangkap maupun jenis kapal yang digunakan. Alat tangkap yang digunakan sekarang ini umumnya sangat efektif untuk dapat menangkap ikan sebanyak-banyaknya. Walaupun secara kuantitas di satu sisi merupakan hal yang sangat baik bagi nelayan, namun di sisi lain terdapat hal yang harus diwaspadai karena sebagian besar alat tangkap modern sekarang ini memiliki selektivitas yang rendah. Selektivitas yang rendah berarti alat tangkap tersebut mempunyai potensi ikut menangkap spesies lain yang bukan merupakan target tangkapan. Spesies-spesies non target itulah yang disebut dengan bycatch. Lalu kenapa bycatch menjadi masalah?. Penelitian WWF-Internasional pada 2009 lalu memperkirakan total bycatch dari perikanan global mencapai angka 40.4 %. Angka tersebut sebagian besar tidak dimanfaatkan dengan optimal, bahkan sebagian besar dibuang sia-sia. Di tengah kondisi penangkapan berlebih (overfishing) sekarang,, tentu saja bycatch merupakan pemborosan sumberdaya yang pada akhirnya dapat mengarah kepada penurunan hasil tangkapan nelayan juga. Tangkapan sampingan juga membunuh hewan-hewan karismatik seperti penyu, hiu, mamalia laut (paus, lumba-lumba,dsb), hingga burung laut. Interaksi spesies-spesies tersebut sangat terkait erat dengan aktivitas perikanan tangkap. Sebagian besar dari spesies-spesies tersebut saat ini mengalami penurunan populasi yang drastis karena siklus reproduksi mereka yang lambat. Peran spesies-spesies tersebut dalam rantai makanan ekosistem laut tentu tidak tergantikan dan hilangnya satu spesies berarti ancaman besar bagi ekosistem keseluruhan serta industri perikanan secara khusus. Pelatihan yang digagas kali ini dengan BMP penanganan bycatch khususnya penyu agar dapat meningkatkan survival rate mereka ketika dilepaskan kembali. Rangkaian kegiatan pelatihan ini dilakukan di delapan lokasi yang meliputi Ambon, Tarakan-Kalimantan Timur, Sungai Kakap, Setapuk Besar, Selakau, Pemangkat, Liku, dan Temajuk – Kalimantan Barat. Daerah-daerah tersebut dipilih karena sebagian besar dari nelayan yang tinggal di daerah tersebut mencari ikan di daerah yang merupakan wilayah pergerakan dari spesies-spesies seperti penyu, lumba-lumba, dan hiu, sehingga tangkapan sampingan kemungkinan besar sering terjadi. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan BMP bycatch ini dilaksanakan pada tanggal 22 Juni di Ambon dan berakhir pada tanggal 4 Juli 2012 di desa Liku, Paloh Kalbar. Dari 8 lokasi tersebut, secara total diikuti oleh 343 nelayan (sebagian besar nelayan jaring, nelayan pancing, dan rawai), 52 peserta non nelayan (staff DKP dan Pelabuhan perikanan, staff Polisi Air Laut, AL, staff LSM lokal, asosiasi usaha perikanan, dan perhimpunan nelayan, serta mahasiswa).