JAKARTA– Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan melaksanakan Lokakarya Diseminasi Perkembangan Perbaikan Pengelolaan Perikanan Tuna Indonesia untuk mendapatkan sertifikasi ekolabel Marine Stewardship Council (MSC) pada 27 Februari 2014, di Hotel Akmani Jakarta. Lokakarya ini merupakan tindak lanjut dari evaluasi yang dilaksanakan pada Juli 2013 mengenai pelaksanaan rencana aksi perbaikan pengelolaan perikanan Tuna Indonesia sejak November 2010. Dalam lokakarya ini, disampaikan beberapa hasil positif dari perbaikan yang sudah dilakukan oleh stakeholder perikanan Tuna, serta beberapa pekerjaan rumah yang masih harus ditindak lanjuti dan diperbaiki pengelolaannya. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan – Kementrian Kelautan dan Perikanan, Ir. Saut P. Hutagalung, MSc menyebutkan bahwa konsep keberlanjutan merupakan komitmen semua pihak dari seluruh rantai perdagangan, mulai dari pengusaha penangkapan, pengusaha pengolahan, pemerintah sebagai otoritas pengelola perikanan, akademisi dan NGOs. “Karena sebagai negara, kita tidak hanya berbicara mengenai keberlanjutan sumberdaya saja. Tetapi juga keberlanjutan bisnis dan kesejahteraan nelayan Indonesia,” sambungnya. Secara spesifik, beberapa hal yang masih perlu diperbaiki dalam pengelolaan perikanan Tuna Indonesia adalah perlunya rencana pengelolaan perikanan tuna yang sesuai dengan prinsip keberlanjutan stok ikan sesuai dengan peraturan di Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) dan Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) yang mana Indonesia terdaftar sebagai anggota. Kajian ilmiah untuk mendukung pengelolaan juga menjadi hal penting yang perlu dilakukan untuk memperbaiki praktik perikanan Tuna Indonesia. dan penelitian perikanan tuna di Indonesia melalui kerjasama dengan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan,” ungkap Imam Musthofa, Fisheries Leader, WWF-Indonesia. Rangkaian perbaikan praktik pengelolaan perikanan Tuna ini merupakan salah satu bentuk hasil kerjasama antara Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan – Kementrian Kelautan dan Perikanan dan WWF-Indonesia sejak 2009, selain perikanan karang dan udang. Indonesia merupakan negara penghasil tuna terbesar dunia, menghasilkan 613.575 ton tuna per tahun dan nilai sebesar 6,3 triliun rupiah per tahun. Dengan semakin meningkatnya pemahaman akan lingkungan, pasar luar negeri semakin memahami pentingnya keberlanjutan sumberdaya perikanan, karena adanya ancaman overfishing dan kebutuhan food security. Untuk mendapatkan produk berkelanjutan, retailer besar luar negeri mensyaratkan produk dari produsen harus sesuai dengan syarat keberlanjutan yang dibuktikan dengan adanya sertifikasi ekolabel MSC atau perbaikan pengelolaan perikanan (Fishery Improvement Program/FIP). Perbaikan pengelolaan perikanan menjadi sangat penting dilakukan antara lain untuk mengantisipasi komitmen retailer besar di Amerika dan Eropa yang hanya akan membeli komoditas perikanan (seafood) yang mendapat sertifikat MSC sejak 2018. “Kami melihat perbaikan kearah positif dari review ini dan kami sangat senang dapat melanjutkan pembelian dari produsen kami Indonesia, karena sudah sesuai dengan permintaan dari retailer kami di Amerika”, terang Steve Fisher, General Manager untuk Asia Pasifik dari perusahaan importir Amerika, Sea Delight. Perusahaan yang berbasis di Amerika ini tercatat membeli produk Tuna sirip kuning dengan cara tangkap pancing ulur dari Sendang Biru, Malang dan sejak 2012 tergabung dengan Seafood Savers, institusi bentukan WWF-Indonesia yang mendampingi praktik perbaikan perikanan Indonesia.