Tren kepemilikan sertifikasi ekolabel sebagai salah satu cara menjaga praktik perikanan mulai mengalami perkembangan di Indonesia. Sejauh ini sudah terdapat beberapa perusahaan perikanan yang tertarik untuk menerapkan kegiatan perbaikan budidaya perikanan untuk memperoleh sertifikat ASC (Aquaculture Stewardship Council) dengan cara bergabung menjadi anggota Seafood Savers, sebuah program inisiasi WWF-Indonesia untuk menjaga praktrik perikanan berkelanjutan. Kedepannya, wacana ASC dipercaya akan semakin meluas dan membutuhkan banyak perhatian berbagai pihak.
Menyadari pentingnya peran dari banyak pihak dalam pelaksanaan sertifikasi ASC, WWF-Indonesia menyelenggarakan “Pelatihan Pelaksanaan Penilaian Sertifikasi ASC (Aquaculture Stewardship Council)” untuk udang di Makassar. Dengan mengundang 13 peserta dari kalangan akademisi dari berbagai universitas di Indonesia, instansi pemerintah dan keterlibatan sebuah perusahaan, pelatihan dilakukan selama 4 hari pada 14-17 Maret 2017.
[caption id="attachment_1714" align="alignnone" width="4352"] WWF-Indonesia/RIyami[/caption]
Pelatihan yang berlangsung di dua tempat ini, yaitu di Hotel Santika Makassar selama tiga hari dan di Pinrang 1 hari dihadiri oleh akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Padjajaran (Unpad), Universitas Brawijaya, Universitas Udayana, Universitas Hang Tuah Surabaya, Universitas Syiah Kuala, Universitas Malikussaleh, Universitas Lampung, serta Universitas Hasanuddin. Instansi pemerintah yang hadir merupakan perwakilan dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros (BPPBAP) dan DKP Kab. Pinrang.
Dengan tujuan menyiapkan sumberdaya manusia yang dapat melakukan penilaian kepatuhan terhadap persyaratan dalam sertifikasi ASC, pelatihan ini tidak hanya memberikan teori, tetapi juga skill, khususnya skill yang dibutuhkan untuk mendukung perusahaan perikanan anggota Seafood Savers dalam menetapkan titik dasar (baseline) pada proses Aquaculture Improvement Program (AIP) dan dalam menilai kesiapan untuk proses audit ASC.
Pelatihan ini dimulai dengan pemberian penjelasan mengenai asal mula Standar ASC Udang serta ketujuh prinsipnya, yaitu Perinsip 1) Kepatuhan terhadap semua hukum dan regulasi pemerintah setempat, 2) Penempatan tambak di lokasi yang tepat secara lingkungan, melestarikan keanekaragaman hayati, dan ekosistem alami yang penting, 3) Pengembangan dan operasional tambak dengan memperhatikan masyarakat setempat, 4) Pengoperasian tambak dengan praktek tenaga kerja yang bertanggungjawab, 5) Kelola Kesehatan dan kesejahteraan udang yang bertanggungjawab, 6) Kelola asal usul induk, seleksi stok dan efek pengelolaan stok, 7) Penggunaan sumberdaya yang efisien dan bertanggungjawab secara lingkungan.
Disamping pemaparan teori ASC, peserta berkunjung ke kawasan tambak udang windu yang dikelola secara tradisional milik supplier sebuah perusahaan pengekspor udang beku. Kegiatan yang bertujuan untuk melakukan penilaian berdasarkan format audit manual ASC ini dilakukan dengan membagi peserta menjadi tujuh kelompok sesuai dengan prinsip ASC. Peserta diarahkan untuk melakukan wawancara dengan pemilik tambak, pekerja tambak, masyarakat sekitar tambak, pemerintah daerah setempat serta perwakilan hatchery (perbenihan). Selain itu, mereka melakukan pengamatan terhadap kondisi dan lingkungan sekitar tambak. Masing-masing kelompok melaporkan hasil survey dan memperoleh tanggapan dari penyelenggara kegiatan serta peserta lainnya.
[caption id="attachment_1715" align="alignnone" width="4352"] ©WWF-Indonesia/Mushadiq[/caption]
Pelatihan hari terakhir diisi dengan diskusi terkait sertifikasi ASC, penjelasan mengenai skema sertifikasi untuk grup dan rencana tindak lanjut. Berbagai temuan dalam hal metodologi dan isu didiskusikan kembali pada hari berikutnya dengan tujuan untuk mempertajam keahlian para calon asesor/auditor dalam mendukung ketersediaan produk udang yang memenuhi persyaratan lingkungan sesuai dengan ASC.
Secara keseluruhan, training ASC ini mendapat tanggapan positif dari para peserta karena di akhir acara para peserta antusias menanyakan kelanjutan pelatihan dan kemungkinan untuk menjadi assessor ataupun auditor ASC. Mereka pun berkomitmen untuk mensosialisasikan standar ini di kampus, serta lokasi dampingan masing-masing demi terwujudnya budidaya udang yang ramah lingkungan.