Perikanan karang (reef fish) merupakan sumber daya perikanan terbesar di Indonesia. Diperkirakan nilai ekonomi yang muncul dari aktivitas penangkapan ikan ini mencapai Rp100 triliun pada tahun 2013 (KKP dalam angka, 2014) dengan jumlah kapasitas produksi lebih dari 1,3 juta ton. Dari banyaknya perikanan karang, salah satu jenis perikanan karang dengan nilai ekonomi tertinggi dan banyak dikenal masyarakat adalah kerapu (groupers) yang segar atau ditangkap hidup. Seiring dengan tingginya permintaan jumlah ikan karang, terdapat penurunan angka produksi ikan kerapu. Hal ini dikarenakan adanya penangkapan secara masif dan aktivitas penangkapan ikan dengan cara yang merusak habitat seperti penggunaan bom dan sianida pada satu dekade terakhir. Tak hanya itu, kenaikan tren hasil penangkapan ternyata tidak linier dengan jumlah nelayan atau armada yang beroperasi. Sehingga, nelayan melakukan penangkapan semakin jauh dari fishing base yang menyebabkan jumlah dan ukuran ikan tangkapan cenderung menurun pada sebagian besar lokasi di Indonesia.
Menyadari pentingnya konservasi sumber daya perikanan karang, UD Pulau Mas yang telah mendeklarasikan diri sebagai salah satu perusahaan penangkapan ikan hidup untuk berkomitmen terhadap kelestarian sumberdaya alam dengan bergabung pada Seafood Savers tahun 2013 terus melakukan perbaikan. Melalui program perbaikan FIP (Fisheries Improvement Project), perusahaan yang bergerak pada bisnis ikan kerapu hidup dengan pangsa pasar ekspor ke wilayah Asia Timur ini terus berupaya memberdayakan 2500 nelayan anggotanya yang tersebar di beberapa wilayah perarian Indonesia menuju sertifikasi MSC (Marine Stewardship Council).
“Seafood Savers dan UD Pulau Mas memiliki visi yang sama, yaitu sustainability. Perusahaan kami bergantung pada keberlanjutan sumber daya, apabila stok terus menurun, aktivitas perusahaan kamipun dapat dipastikan menurun. Dengan mendaftarkan beberapa komoditas saya ke Seafood Savers, saya harap aspek keberlanjutan tersebut dapat diwujudkan, sehingga menjamin berjalannya bisnis kami serta kesejahteraan habitat dan sumber daya,” ujar Heru Purnomo, direktur UD Pulau Mas.
Dengan dampingan dari WWF Indonesia program perbaikan perikanan ikan kerapu yang telah berjalan sejak 2013 hingga saat ini program perbaikan telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah UD Pulau Mas menjadi salah satu perusahaan yang mengetahui secara jelas keterlacakan produknya melalui sistem pendataan perikanan yang rinci dan teliti berbasis software android dari IBM, diperkuat dengan sistem keanggotaan nelayan yang jelas melalui kartu nelayan UD Pulau Mas. Dengan begitu, perusahan ini memiliki sistem penyediaan data yang baik sebagai syarat analisis stok ikan yang ada di alam.
Namun, pada tahun 2016 UD Pulau Mas mengalami masa yang cukup sulit karena perusahaan terpaksa menghentikan usahanya untuk sementara waktu. Penghentian operasi disebabkan oleh adanya isu tentang definisi bidang usaha yang dijalankan apakah masuk ke kategori budidaya atau tangkap yang berdampak pada izin kapal angkut dari UD Pulau Mas. Hal ini merupakan dampak dari adanya Permen KP No 15 tahun 2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan.
Hal tersebut membuat UD Pulau Mas menghentikan proses transaksi perikanan selama 4 bulan (Mei–Agustus 2016). Walaupun tidak dapat beroperasi, UD Pulau Mas tetap melakukan perbaikan. Selama proses tersebut, UD Pulau Mas melalui direktur utamanya, Heru Purnomo, melakukan kegiatan advokasi didampingi oleh WWF Indonesia untuk memperjelas definisi tentang perikanan tangkap dan budidaya sehingga aktifitas perusahaan dapat berjalan seperti sebelumnya.
Melalui proses advokasi tersebut, Pemerintah akhirnya menerbitkan Permen KP no 32 tahun 2015 untuk merevisi Permen KP no 15 tahun 2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan. Melalui permen tersebut, ijin kapal pengangkut ikan UD Pulau Mas kembali bisa diterbitkan dan perusahaan bisa beraktifitas seperti biasanya.
Berdasarkan pengalaman ini, dapat sisimpulkan bahwa kerjasama yang baik antara perusahaan dan NGO dapat menjadi modal yang kuat menuju praktek bisnis perikanan yang bertanggung jawab dalam mendukung pengelolaan perikanan yang lestari sebagaimana pendekatan EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management). Kerjasama antara UD Pulau Mas dengan Seafood Savers diharapkan dapat diadopsi oleh perusahaan perikanan lainnya di Indonesia.