Jakarta, 24 Agustus 2017 – Bergabung dalam keanggotaan Seafood Savers dan menjalankan program perbaikan budidaya Udang Windu pada tahun 2015, PT Mustika Minanusa Aurora (PT MMA) secara resmi meraih sertifikasi Aquaculture Stewardship Council (ASC) Udang Windu pada 18 Agustus 2017. Dengan diraihnya sertifikat ini, maka Seafood Savers telah berhasil mengawal PT MMA menjadi peraih sertifikat ekolabel perikanan berkelanjutan ASC untuk komoditas Udang Windu yang pertama di Indonesia.
[caption id="attachment_2113" align="alignnone" width="800"] Foto bersama Petambak dan Auditor ASC, © WWF-Indonesia/Budi Santosa[/caption]
"Kami sangat bangga mendapatkan sertifikat ASC untuk udang windu yang pertama di Indonesia. Kami berharap sertifikat ASC ini bisa membantu meningkatkan pemasaran udang windu kami di luar negeri serta memberikan manfaat kepada petambak di sini. Kami akan terus menambah petambak yang ikut sertifikasi ASC ini," ungkap Wellyono Hiu, Raw Material Purchasing Director PT MMA.
PT MMA merupakan perusahaan pembekuan udang yang berpusat di Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara. Dalam skema Aquaculture Improvement Program (AIP), perusahaan ini mendaftarkan Udang Windu atau Giant Tiger Prawn (Penaeus monodon) yang dibudidayakan di 2 lokasi tambaknya. Dua lokasi tersebut merupakan tambak milik Rusli (4 kolam seluas 100 Ha) yang terletak di Pulau Tias Binai, Kecamatan Tanjung Palas Tengah dan Suminto/H. Dahari (3 Kolam seluas 20 Ha) di Sungai Bara Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Pembudidayaan udang windu di dua lokasi tersebut dikembangkan dengan sistem tradisional, tanpa aerasi dan tanpa menggunakan pakan. Total produksi dua tambak tersebut adalah 20 ton/tahun.
Selama proses perbaikan perikanan, Seafood Savers mendampingi untuk perbaikan dan pelestarian lingkungan sekitar tambak melalui kegiatan rehabilitasi mangrove, pencegahan perburuan hewan dilindungi (spesies ETP) serta pencatatan aktivitas budi daya seperti penggunaan pupuk, kapur, benur hingga monitoring kualitas air dan kesehatan udang.
Selain perbaikan fisik lingkungan tambak, isu sosial juga menjadi aspek perhatian dalam program AIP. Aspek sosial yang dilakukan dalam program perbaikan adalah hal-hal yang terkait pekerja tambak, dan terkait masyarakat yang tinggal disekitar tambak. Dalam hal pekerja, terdapat berbagai hal yang perlu dibenahi terkait kerjasama antara pemilik dan pekerja tambak seperti adanya kontrak tertulis yang dipahami oleh pekerja tambak, jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja bagi pekerja tambak, serta mitigasi dan manajemen konflik yang mungkin terjadi di tambak. Sedangkan terkait isu sosial masyarakat, perlu dipastikan berbagai hal yang dapat meminimalkan dampak negatif, sekaligus memaksimalkan dampak positif tambak bagi masyarakat.
PT MMA juga mendapatkan dukungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tarakan dengan, beberapa pengadaan fasilitas dan pelatihan terkait pengujian penyakit pada udang, monitoring kualitas air secara berkala, dan berbagai sosialisasi tentang cara pembudidayaan udang dengan bertanggung jawab.
[caption id="attachment_2116" align="alignnone" width="4608"] Pelatihan BEIA dan pSIA, © WWF-Indonesia/Budi Santosa[/caption]
Proses menuju sertifikasi ASC kemudian dilengkapi dengan dilakukannya audit oleh badan sertifikasi yang independen. Audit dilakukan terhadap berbagai kelengkapan dokumen dan catatan aktivitas tambak, serta observasi serta verifikasi yang dilakukan di tambak milik kedua petambak yang diajukan kepada ASC. Hasil audit terhadap PT MMA dikeluarkan secara resmi oleh ASC pada melalui website www.asc-aqua.org dengan masa berlaku hingga tahun 2020.
Keberhasilan PT MMA mendapatkan sertifikasi ekolabel ASC-Shrimp membuktikan bahwa sinergi antara pelaku industri perikanan (perusahaan dan petambak), NGO dan Pemerintah akan membawa proses pengelolaan sumber daya laut kepada tujuannya yaitu memperbaiki dan meningkatkan kualitas sumber daya perikanan agar bisa dinikmati secara berkelanjutan. Lebih dari itu, berhasilnya PT MMA menjadi perusahaan udang windu bersertifikat ekolabel pertama di Indonesia memberikan energi bagi para pelaku perikanan lainnya untuk dapat lebih banyak yang berkomitmen dalam melakukan program perbaikan perikanan.