Masih terjadi pro-kontra terkait peraturan yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan RI dalam PERMEN KP No.2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik. Sebagian pihak merasa perlu adanya peraturan larangan untuk kedua jenis alat tangkap ikan tersebut karena dianggap merusak alam, lainnya menganggap peraturan tersebut tidak pro terhadap nelayan.
Nelayan pengguna kedua alat tangkap ikan itu merasa peraturan berpotensi mematikan sumber mata pencaharian mereka. Ternyata bukan hanya nelayan, ada pula perusahaan pengolah produk ikan yang merasa dirugikan dengan adanya peraturan PERMEN KP No.2 Tahun 2015 itu. Polemik ini berujung dengan dikeluarkannya kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan RI yang memperbolehkan kembali cantrang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 712, khususnya perairan Laut Utara Jawa. Penekanan yang diberikan dalam kebijakan tersebut adalah nelayan harus mengganti cantrang dengan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan, sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Dalam skema Seafood Savers, WWF Indonesia berinisiasi untuk mengajak perusahaan perikanan ikut serta dalam menciptakan praktik perikanan yang berkelanjutan. Salah satu contohnya, saat ini WWF Indonesia bersama PT Sekar Laut Tbk serta Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten Kotabaru sedang melakukan Program Perbaikan Perikanan atau Fisheries Improvement Program untuk komoditas udang di Kotabaru, Kalimantan Selatan (Baca juga: PT Sekar Laut Tbk Kunjungi Kelompok Nelayan Pilot Project FIP Kotabaru). Program tersebut bertujuan untuk menciptakan praktik perikanan udang tangkap yang berkelanjutan di Kotabaru.
Salah satu aksi yang dilakukan Seafood Savers bersama PT Sekar Laut Tbk dan Penyuluh Perikanan Kotabaru, yaitu sosialisasi Better Management Practices (BMP) untuk penangkapan udang. Dengan menggunakan BMP, dua kelompok nelayan yang menjadi pilot project diajak untuk melaksanakan praktik penangkapan udang yang ramah lingkungan. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 21-22 Maret 2018, bertempat di Sekretariat kelompok nelayan KUB Tunas Harapan di Desa Senakin dan KUB Usaha Bersama di Desa Sungai Pasir.
Sebelum sosialisasi dimulai, dilakukan penilaian terkait tingkat kesesuaian (Compliance BMP) praktik penangkapan udang terhadap BMP itu sendiri. Dari penilaian ini didapatkan, praktik penangkapan udang KUB Tunas Harapan telah 78% sesuai dengan panduan BMP, sedangkan pada KUB Usaha Bersama mendapat nilai compliance BMP sebesar 77.3%. Setelah penilaian compliance BMP tersebut, dilakukan juga permainan simulasi perikanan berkelanjutan. Tujuannya sebagai pembuka dan memberi gambaran terkait perikanan berkelanjutan itu sendiri kepada kelompok nelayan. Dalam penyampaian materi sosialisasi BMP, para nelayan cukup aktif mengikuti. Salah satu konten yang menarik adalah pencatatan hasil tangkapan nelayan. Nelayan berkomitmen untuk mulai melakukan pencatatan hasil tangkapan udangnya setelah mengetahui pentingnya melakukan pencatatan tersebut.
Dari hasil penilaian compliance BMP dan kegiatan pemaparan materi BMP, ada beberapa poin yang perlu dilakukan perbaikan kedepannya. Antara lain adalah kebersihan armada, dimana nelayan dituntut untuk tidak membuang sampah ke laut, menangkap udang sesuai ukuran layak tangkap dan melakukan pencatatan hasil tangkapan. Beberapa poin tersebut nantinya akan ditindak lanjuti bersama antara dua kelompok nelayan tersebut dan seluruh stakeholder perikanan udang di Kotabaru, sehingga aktivitas praktik penangkapan oleh kelompak nelayan tersebut dapat berkembang menjadi lebih baik dan menjadi contoh oleh kelompok nelayan lainnya di Kotabaru.